I. PENDAHULUAN
Segala puji yang agung senantiasa kami panjatkan kepada Allah yang Maha Agung, sebab kami senantiasa memperoleh nikmat serta hidayah-Nya untuk mampu mengguritkan selembar karya tulis di atas kertas putih ini, yang tidak lain berupa makalah. Dan kami juga selalu mengharap Semoga untaian shalawat dan salam akan selalu mengalir kepada Rasulullah SAW.
Dalam makalah yang berjudul “Kecerdasan dan Inteligensi” ini, kami (penulis) akan mengungkapkan sedikit dari apa yang telah kami tulis, di antaranya adalah:
- Proses Berpikir
- PengertianPendapat
- Kesimpulan
- Bentuk-bentuk Berpikir
- Tingkatan-tingkatan Berpikir
- Inteligensi (Kecerdasan)
- Macam-macam Inteligensi, dan yang terakhir
- Faktor-faktor yang Menentukan Inteligensi Manusia
Di dalam pembahasan yang tertulis di atas dijelaskan bahwa kecerdasan itu memiliki gaya pergerakan (the style of movement) yang berbeda-beda, tidak hanya pergerakannya, namun macam-macam pun juga dimiliki oleh inteligensi dan kecerdasan. Bahkan saking banyaknya macam-macam kecerdasan, hingga kami kesulitan untuk mencari referensi yang memiliki kredibilitas untuk dijadikan sebagai sebuah standart rujukan yang absolute.
Oleh sebab itu, mengapa kecerdasan dan inteligensi masuk dalam ruang lingkup pembahasan dalam psikology umum. Karena pembahasan daripada kecerdasan ini sangatlah kompleks. Untuk lebih lanjutnya, kami menuturkan dalam pembahasan yang akan kami bahas dalam bahasa yang dibahasakan sesuai kemampuan kami di halaman berikutnya.
II. PEMBAHASAN
A. Proses Berpikir
Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak dan seluruh pribadi manusia serta melibatkan perasaan dan kehendak manusia.[1]Menurut Drs. Agus Sujanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Umum menyatakan bahwa berfikir merupakan gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan antara ketahuan-ketahuan kita atau dengan kata lain disebut dengan suatu proses dialektis.[2]
1. Berbagai cara pemecahan masalah
Sebagai mana yang kita ketahui bahwasannya berpikir selalu berhubungan dengan masalah-masalah, baik masalah yang timbul dari situasi masa kini, dan mungkin masalah-masalah yang belum terjadi.
Proses pemecahan masalah itu disebut proses berpikir. Dalam memecahkan tiap masalah timbullah dalam jiwa kita berbagai kegiatan, antara lain:[3]
a. Kita menghadapi suatu situasi yang mengandung masalah. Pertama-tama kita mengetahui lebih dulu apa masalahnya, atau apa yang kita hadapi itu suatu masalah.
b. Bagaimanakah masalah itu dapat dipecahkan.
c. Hal-hal manakah yang sekiranya dapat membantu pemecahan masalah tersebut.
d. Apakah tujuan masalah itu dipecahkan.
Dengan kata lain, tiap kita menghadapi masalah dan terdapat macam-macam faktor, yang kesemuanya merupakan rangkaian pemecahan masalah-masalah itu sendiri. Dari kegiatan jiwa tersebut, ada beberapa faktor yang biasanya tidak dapat ditinggalkan dalam berpikir. Apa masalahnya, bagaimana memecahkannya, apa tujuannya, faktor-faktor apa yang membantu. Maka dalam berpikir sering timbul pertanyaan, apa, mengapa, bagaimana, untuk apa, dan sebagainya.
Tingkatan suatu masalah menentukan proses pemecahan yang digunakan. Tidak semua masalah sama tingkat kesukarannya dan tidak setiap masalah dapat dipecahkan dengan cara yang sama. Dari bermacam-macam masalah ada pula bermacam-macam cara pemecahan, antara lain:[4]
a. Dengan insting
b. Dengan kebiasaan-kebiasaan
c. Dengan aktivitas pikir
2. Proses berpikir dan kegiatan jiwa dalam berpikir
Berdasarkan fungsi berpikir dalam memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi maka dapat disimpulkan bahwa:[5]
a. Proses berpikir dalam memecahkan masalah:
1) Ada minat untuk memecahkan masalah.
2) Memahami tujuan pemecahan masalah.
3) Mencari kemungkinan-kemungkinan pemecahan.
4) Menentukan kemungkinan mana yang akan digunakan.
5) Melaksanakan kemungkinan yahng dipilih untuk memecahkan masalah.
b. Dalam proses berpikir timbul kegiatan-kegiatan jiwa:
1) Membentuk pengertian
2) Membentuk pendapat
3) Membentuk kesimpulan.
B. Pengertian
1. Apa pengertian itu?
Pengertian merupakan suatu alat pembantu berfikir untuk mendapatkan pandangan yang kongkrit dari kenyataan-kenyataan.[6] Tiap-tiap benda mempunyai sifat pokok (ciri khas) yang menentukan adanya pengertian tertentu bagi benda itu, misalnya bus. Jenis kendaraan yang disebut bus, mempunyai ciri pokok yang dapat membedakan dengan jenis kendaraan lain.
Disamping ada sifat-sifat pokok ada pula sifat-sifat kebetulan, atau sifat-sifat yang tidak merupakan sifat pokok, misalnya DAMRI. Kebetulan yang disebut jenis bus DAMRI, dan ternyatag tidak semua bus milik DAMRI. DAMRI disini hanya sebagai sefat kebetulan saja. Bus baru bercat biru, kata “biru” dan “bercat biru” hanya merupakan sifat kebetulan saja, karena bus tetap akan dikatakan bus walaupun bukan DAMRI, tidak baru dan tidak bercat biru, dan tidak akan dikatakan lainnya.
Sifat-sifat kebetulan tidak akan mengubah sifat pokok.[7] Maka sifat-sifat kebetulan itu sering disebut juga sebagi sifat tambahan. Dalam menanggapi segala sesuatu. Jiwa kita tidak pasif tetapi selalu aktif, diantaranya memahami sifat-sifat yang dimiliki, menghubungkan sifat yang satu dengan yang lain, menggolong-golongkan sifat-sifat yang bersamaan, memisahkan sifat-sifat tambahan, merangkum sifat-sifat pokok. Itulah pekerjaan pikir kita sampai mendapatkan suatu pengertian.
Pengertian adalah hasil proses berpikir yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam satu perkataan.[8]
2. Perbedaan antara tanggapan dan pengertian[9]
Tanggapan : hasil pengamatan yang merupakan gambaran/lukisan/kesa dari pengamatan yang tersimpan dalam jiwa.
Pengertian : hasil berpikir, yang merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang kenyataanyang dinyatakan dengan suatu perkataan.
3. Pengertian lengkap dan tidak lengkap
Pembentukan pengertian sudah dimulai pada pengamatan pertama pada suatu barang/kenyataan. Pada tingkat permulaan ini akan menghasilkan pengertian yang belum lengkap. Pengertian kita mengalami perkembangan, tiap-tiap kita mempunyai sifat-sifat yang terhitung pokok dapat melengkapi pengertian kita.[10]
4. Pengertian empiris dan pengertian logis
Pengertian empiris disebut juga pengertian pengalaman, yakni pengertian yang dibentuk dari pengalaman hidup sehari-hari. Pengertian pengalaman biasanya belum lengkap dan mendalam. Akan menjadi lengkap dan mendalam kalau kita ulang berkali-kali dengan kemajuan pikir yang sanggup menyelami benda-benda tersebut. Pengertian logis biasanya dioperoleh dengan aktivitas pikir dengan sadar dan sengaja memahami sesuatu. Karena pengertian logis ini banyak digunakan dalam kalangan ilmu pengetahuan maka disebut juga pengertian ilmiah.
5. Isi dan luas pengertian
a. Isi pengertian, yaitu segala sifat-sifat yang terdapat pada segala barang kenyataan yang tercantum dalam pengertian itu.
b. Luas pengertian, yaitu banyaknya barang-barang yang dapat masuk kedalam pengertian dan dapat dikenakan padanya sifat-sifat dari isi pengertian itu.
Oleh karena itu keduanya berbanding terbalik. Artinya makin luas sesuatu pengertian isi pengertian makin sedikit. Dan makin banyak isi pengertian maka luas pengertian makin sempit.
6. Pengertian tinggi dan pengertian rendah
Pengertian tinggi: dikatakan pengertian tinggi, kalau pengertian itu mempunyai unsur-unsur / sifat-sifat yang tidak banyak dan pengertian itu meliputi barang-barang yang banyak jumlahnya.[11]
Pengertian rendah, dikatakan pengertian rendah, kalu pengertian itu mempunyai unsur-unsur/sifat-sifat yang banyak dan karenanya pengertian itu hanya meliputi barang-barang yang sedikit jumlahnya.[12]
7. Proses membentuk pengertian logis
Pembentukan pengertian logis melalui proses:[13]
a) Proses analisis (menguraikan), yang dimaksud adalah menguraikan unsur-unsur / sifat-sifat / ciri-ciri dan sejumlah objek yang sejenis.
b) Proses komparasi (membandingkan), yang dimaksud ialah membandingkan unsur-unsur / sifat-sifat yang telah dianalisis.
c) Proses abstraksi (mengurangkan), yang dimaksud ialah menyisihkan sifat-sifat kebetulan / tambahan dari sifat-sifat umum dan yang tertinggal hanya, sifat-sifat umum saja.
d) Proses kombinasi (menggabungkan, merangkum), yng dimaksud ialah sifat-sifat umum yang bersamaan kita rangkum, lalu kita terapkan menjadi definisi.
Definisi ialah penentuan atau pembatasan sifat-sifat dari isi suatu pengertian dengan kata-kata. Pengertian tentang sesuatu yang telah dibentuk tidak berlaku selama-lamanya. Tidak terbatas pada pengertian saja, bahkan dalam ilmu pengetahuan terdapat perubahan-perubahan atau kemajuan-kemajuan.
8. Faedah pengertian
Adapun faedah yang dapat diambil dari sebuah pengertian adalah:
a) Pengertian sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari
b) Pengertian membantu kita dapat berpikir dengan teliti, cepatdan benar[14]
C. Pendapat
1. Apakah pendapat itu?
Pendapat adalah hasil pekerjaan pikir meletakkan hubungan antara tanggapan yang satu dengan yang lain, antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, yang dinyatakan dalam suatu kalimat.[15] Untuk menyebutkan sebuah pengertian atau tanggapan biasanya cukup menggunakan satu kata, sedang untuk menyatakan suatu pendapat biasanya dengan menggunakan lebih dari satu kata, namun kadang dengan menggunakan satu kata juga. Misalnya: “Diponegoro seorang pahlawan” atau “Matahari terbit”.
2. Proses pembentukan pendapat
a) Menyadari adanya tanggapan / pengertian, karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan pengertian atau tanggapan.
b) Menguraikan tanggapan /pengertian
c) Menentukan hubungan logis antara bagian-bagian.
3. Pendapat tunggal dan majemuk
Kalau dalam rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi satu kalimat, disebut pendapat tunggal. Misalnya; rumah itu besar.
Kalau dalam suatu rangkaian kata-kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkumkan menjadi beberapa pendapat dikatakan pendapat majemuk. Misalnya; rumah itu besar dan sekarang akan dibongkar.
D. Kesimpulan
Di muka telah diterangkan tentang pembentukan pengertian dan pembentukan pendapat. Baik pengertian maupun pendapat adalah hasil kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir selanjutnya adalah membentuk pendapat berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Proses tersebut membuat kesimpulan atau konklusi/kesimpulan.
Konklusi/ kesimpulan suatu pendapat baru yang dibentuk dari pendapat-pendapat lain yang telah ada. Macam-macam kesimpulan: kesimpulan deduktif-kesimpulan induktif, dan analogis.[16]
1. Kesimpulan Deduktif
[17] Proses pembentukan kesimpulan deduktif tersebut dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju hal-hal yang lebih konkrit. Jalan berpikir demikian disebut jalan deduktif.
Prinsip-prinsip Berpikir Deduktif
a. Silogisme
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yakni dimulai dari hal-hal umum menuju pada hal-hal yang khusus/hal-hal yang lebih rendah.Apa yang dipandang benar pada semua pendapat/peristiwa yang ada pada suatu jenis, berlaku pada semua pendapat/peristiwa yang sejenis pula. Contoh:
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi)
Alat untuk mencapai pengetahuan dengan jalan deduksi disebut silogisme. Dengan kata kata lain, silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.[18] Perhatikan contoh berikut: Semua manusia akan mati (pendapat pertama). Amin adalah manusia (pendapat kedua). Amin akan mati (konklusi). Rangkaian pendapat pertama dan kedua disebut silogisme.
b. Mayor dan Minor
“Semua manusia akan mati” (premis mayor/pertama/pendapat besar).
“Amin akan mati” (konklusi/kesimpulan).
“Amin adalah manusia kecil” (premis minor/kedua/pendapat kecil).
Jadi, silogisme adalah rangkaian dari premis pertama (mayor), premis kedua (minor), dan konklusi (kesimpulan). Maka sering dikatakan silogisme = kesimpulan ketiga.
Catatan: Premis berasal dari bahasa Latin premisee, artinya dugaan, sangkaan, (assumption, Inggris). Pembentukan kesimpulan dengan dua premis dan ditarik menjadi satu koklusi.
c. Suku Tengah
Kita hanya dapat menarik kesimpulan dari dua pendapat kalau pendapat pertama dan kedua tersebut mempunyai suatu unsure (term) yang sama. Pada contoh di atas terlihat (manusia merupakan unsur yang sama, maka kedudukan manusia di situ disebut suku tengah).
d. Kelemahan-kelemahan Kesimpulan Deduktif
Karena kesimpulan deduktif dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang ada maka ada kalanya kesimpulan deduktif ini tidak tepat atau salah. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi antara lain:[19]
- Kesalahan material yakni kesalahan dari sisi premis mayor. Misalnya: Semua orang yang rajin bekerja menjadi kaya. Parto rajin bekerja (minor), Parto dapat menjadi kaya (konklusi).
- Pada contoh tersebut, premis mayor tidak mempunyai isi yang benar, karena semua orang yang rajin bekerja belum tentu menjadi kaya. Walaupun Parto bekerja dengan rajin belum tentu dapat menjadi kaya. Maka konklusi yang diambil tidak benar.
- Kesalahan-kesalahan formal. Kesalahan ini tidak terdapat pada isi premisnya, tetapi pada jalan deduksinya, misalnya:
Semua burung dapat terbang (pendapat).
Kelelawar dapat terbang (pendapat).
Jadi, kelelawar adalah burung (konklusi).
Semua kambing bermata dua (pendapat)
Ular bermata dua
Jadi, ular adalah kambing (konkusi).
2. Kesimpulan Induktif
Kesimpulan induktif dibentuk dengan cara induksi, yakni dimulai dari hal-hal yang khusus menuju pada hal-hal yang umum.[20]
Proses pembentukan kesimpulan induksi ini dimulai dari situasi yang konkrit menuju ke hal-hal abstrak. Dari pengertian-pengertian yang rendah pada pengertian-pengertian yang lebih tinggi/umum. Misalnya:
Batang mangga tumbuh ke atas.
Batang kelapa tumbuh ke atas.
Batang cemara tumbuh ke atas.
Konklusi: semua tanaman batangnya tumbuh ke atas.
Jalan berpikir demikian disebut jalan berpikir induktif, dengan memeriksa baik-baik tentang sifat benda yang diperbandingkan, maka konklusi yang diambil tidak diragukan lagi.
3. Kesimpulan Analogi
Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan situasi sebelumnya.[21] Dalam berpikir analogis, kita meletakkan suatu hubungan baru berdasarkan hubungan-hubungan baru itu, misalnya:
- Dokter tulisannya buruk
- Zaid tulisannya buruk
- Zaid seorang dokter (konklusi)
Pada pembentukan kesimpulan dengan jalan analogi, jalan pikiran kita didasarkan atas persamaan suatu keadaan yang khusus lainnya. Karena pada dasarnya hanya membandingkan persamaan-persamaan kemudian dicari hubungannya. Maka sering kesimpulan yang diambil tidak logis.
Generalisasi:
Dalam berpikir analogis ini ada kemungkinan timbul kesimpulan yang berdasarkan penyamarataan (generalisasi), misalnya:
- Amer seorang yang kejam
- Dirun anak Amer yang sulung mempunyai sifat kejam.
- Zaid adik Dirun yang terkecil tentu akan menjadi orang yang kejam pula.
Generalisasi dapat mengandung kesalahan yang besar. Seperti pada contoh di atas ini belum tentu menjadi seorang yang kejam walaupun ayah dan bundanya mempunyai sifat-sifat itu.
- Kesimpulan deduktif: dari umum ke khusus.
- Kesimpulan induktif: dari khusus ke umum.
- Kesimpulan analogi: dari kusus ke khusus.
E. Bentuk-bentuk Berpikir[22]
1. Berpikir dengan Pengalaman (Raoutine Thinking)
Dalam bentuk berpikir ini, kita harus giat menghimpun berbagai pengalaman, dari berbagai pengalaman pemecahan masalah yang kita hadapi. Kadang-kadang satu pengalaman dipercaya atau dilengkapi oleh pengalaman-pengalaman yang lain.
2. Berpikir representative
Dengan berpikir representative, kita sangat bergantung pada ingatan-ingatan dan tanggapan-tanggapan saja. Tanggapan-tanggapan dan ingatan-ingatan tersebut kita gunakan untuk memecahkan masalah yang kita hadapai.
3. Berpikir Kreatif
Dengan berpikir kreatif, kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan penemuan-penemuan baru. Kalau kegiatan berpikir kita untuk menghasilkan sesuatu dengan menggunakan metode-metode yang telah dikenal maka dikatakan berpikir produktif, bukan kreatif.
4.Berpikir Reproduktif
Dengan berpikir ini, kita tidak menghasilkan sesuatu yang baru, tetapi hanya sekadar memikirkan kembali dan mencocokkan dengan sesuatu yang telah dipikirkan sebelumnya.
5.Berpikir Rasional
Untuk menghadapi suatu situasi dan memecahkan masalah digunakanlah cara-cara berpikir logis. Untuk berpikir ini tidak hanya sekadar mengumpulkan pengalaman dan membanding-bandingkan hasil berpikir yang telah ada, melainkan dengan keaktifan akal kita memecahkan masalah.
F. Tingkatan-tingkatan Berpikir[23]
Aktifitas berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala berpikir tidak berdiri sendiri, dalam aktifitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa yang lain. Misalnya pengamatan, tanggapan, ingatan, dan sebagainya.
Aktifitas berpikir sendiri adalah abstrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan secara abstrak. Dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya persoalan yang kita hadapi menjadi lebih konkrit. Sehubungan dengan ini memang ada beberapa tingkat berpikir:
1. Berpikir Konkrit
Dalam tingkatan ini kegiatan berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata/konkrit. Berpikir membutuhkan pengertian sedangkan pengertian yang diperlukan pada tingkat ini adalah pengertian yang konkrit. Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak-anak kecil. Konsekuensi didaktif pelajaran hendaknya disajikan dengan peragaan langsung.
2. Berpikir Skematis
Sebelum meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian bahan, skema, corat-coret, diagram, symbol, dan sebagainya. Walaupun pada tingkat ini kita tidak berhadapan dengan situasi nyata/konkrit, tetapi dengan pertolongan bagan-bagan, corat-coret ini dapat memperlihatkan hubungan persoalan yang satu dengan yang lain, dan terlihat pula masalah yang dihadapi sebagai keseluruhan. Dengan pertolongan bagan-bagan tersebut situasi yang dihadapi tidak benar-benar konkrit dan tidak benar-benar abstrak.
3. Berpikir Abstrak
Kita berhadapan dengan situasi dan masalah yang tidak berwujud. Akal pikiran kita bergerak bebas dalam alam abstrak. Baik situasi-situasi nyata maupun bagan-bagan/simbol-simbol/ gambar-gambar skematis tidak membantunya. Namun demikian, tidak berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri melainkan tanggapan, ingatan membantunya. Di samping itu, kecerdasan piker sendirilah yang berperan memecahkan masalah. Maka tingkatan ini dikatakan tingkat berpikir yang tertinggi. Orang-orang dewasa biasanya telah memiliki kemampuan berpikir abstrak ini.
Kemampuan berpikir manusisa selalu mengalami perkembangan sebagaimana diterangkan di depan. Pada anak-anak masih dalam tingkat konkrit. Makin maju perkembangan psikisnya kemampuan berpikirnya berkembang setahap demi setahap, meningkat pada hal-hal yang agak abstrak, yakni tingkat bagan/skematis. Dari tingkat bagan makin lama makin berkembang kemampuan berpikirnya, dan dari sedikit berkembanglah kemampuan abstraksinya. Makin tinggi tingkat abstraksinya, hal-hal yang konkrit makin ditinggalkan.
G. Inteligensi (Kecerdasan)
Setelah agak banyak dibicarakan tentang berpikir, sampailah kita pada pembicaraan sesuatu yang berhubungan dengan kualitas berpikir, yakni kecerdasan berpikir atau inteligensi.
1. Pengertian tentang Inteligensi
Andaikata pikiran kita umpamakan sebagai senjata, bagaimanakah kualitas dari senjata itu, tajam atau tidakkah? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya kemampuan berpikir tidak lain kita bicarakan inteligensi (kecerdasan). Sehubungan dengan ini perlu diketahui lebih dahulu apakah intelek dan apakah inteligensi itu.
Intelek (pikiran), dengan intelek orang dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.[24]
Inteligensi (kecerdasan pikiran), dengan inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan suatu masalah.[25] Dengan lain perkataan inteligensi adalah situasi kecerdasan pikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen). Pada umumnya inteligen ini dapat dilihat dari kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang sedang berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru. Jadi, perbuatan cerdas dicirikan dengan adanya kesanggupan bereaksi terhadap situasi dengan kelakuan baru yang sesuai dengan keadaan baru.
Untuk memperoleh pengertian yang lebih luas dan lebih jelas tentang intelegensi, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli, diantaranya:[26]
a. S.C. Utami Munandar
Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk berfikir abstrak;
2) Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar;
3) Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru.
b. Alfred Binet
Intelegensi mempunyai tiga aspek kemampuan, yaitu:
1) Direction, kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan.
2) Adaptation, kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapi masalah.
3) Criticism, kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
c. Edward Thorndike
Sebagai seorang tokoh psikologi koneksionisme, Thorndike mengemukakan bahwa; “ Intelligence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or fact” (intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respons yang tepat (baik) terhadap stimulasi yang diterimanya).
2. Tingkat-tingkat Kecerdasan
Kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tidak sama untuk tiap-tiap makhluk. Tiap-tiap orang memiliki cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan, bahwa kecerdasan bertingkat-tingkat. Mungkin ada berbagai tingkat kecerdasan, tetapi dalam uraian ini hanya akan diutarakan beberapa tingkat kecerdasan binatang, kecerdasan anak kecil yang belum dapat berbahasa, dan tingkat kecerdasan manusia.[27]
a. Kecerdasan Binatang
Pada mulanya banyak orang keberatan menggunakan keistilah inteligensi pada binatang , karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat. Pendapat yang menolak dipergunakannya istilah kecerdasan pada binatang, dapat dijelaskan dengan contoh percobaan berikut:
W. Kohler (ahli ilmu jiwa Jerman) dengan percobaannya seekor kera dikurung dalam sebuah kandang, di luar kandang diletakkan sebuah pisang yang jauh jaraknya. Dalam kandang diletakkan sebuah tongkat. Ternyata setelah kera tersebut tidak dapat meraih pisang maka diambillah tongkat di dalam kandang tersebut untuk meraih pisang untuk dimakannya.
Percobaan kedua juga dilakukan oleh W. Kohler seekor kera dikurung dalam kandang. Di luar kandang diletakkan dua buah tongkat yang tidak terjangkau juga untuk meraih pisang. Setelah dicobanya meraih pisang berkali-kali ternyata tidak berhasil maka disambunglah kedua tongkat tersebut sehingga akhirnya pisang berhasil diraihnya.
Kesimpulan: dari kedua percobaan tersebut ternyata kera berusaha menyesuaikan diri dengan keadaa, padanya timbul sesuatu yang baru, ialah perbuatan yang tidak terkandung di dalam bentuk kelakuan naluri. Kera dapat menolong dirinya dalam situasi yang asing baginya. Maka kelakuannya tersebut dapat disebut kelakuan inteligen, dan kesanggupannya yang demikian disebut inteligensi.
Catatan: kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terikat pada suatu yang konkrit. Sebab kalau tongkat tersebut tidak tampak olehnya maka tidak mungkin dapat mencari tongkat sendiri untuk meraih pisang. Demikian pula kecerdasan yang dimiliki oleh kera tidak dapat berkembang, karena tidak berkembangnya bahasa pada hewan.[28]
b. Kecerdasan Anak-anak
Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah anak-anak kecil kurang lebih umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak kurang dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktikkan dalam menyelediki kecerdasan binatang.[29]
Usaha-usaha membandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak. Bahkan jauh sebelum Kohler menyelidiki kecerdasan kera. Hasilnya adalah anak-anak kecil yang berumur kirang lebih satu tahun (belum dapat berbicara) tingkat kecerdasannya hamper sama dengan kera. Sebagian soal yang dihadapkan pada kera dapat diselesaikan oleh anak-anak. Oleh karena itu , umur anak pada kira-kira satu tahun sering disebut “umur simpanse”.
Kemampuan menggunakan bahasa (berbicara) merupakan garis pemisah antara hewan dengan manusia. Menurut Boutan, anak-anak yang sudah dapat berbicara sudah bekerja seperti manusia kecil. Dan sesudah dapat berbicara majilah ia dan makin lama makin jauh melebihi angka kecerdasan kera. [30]
c. Kecerdasan Manusia
Sesudah anak dapat berbahasa, tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera. Tingkat kecerdasan manusia (bukan anak-anak) tidak sama dengan kera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:[31]
1. Penggunaan Bahasa
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi. Dengan berbahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan, dan sebagainya).
- Dengan berbahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesame, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat.
- Dengan berbahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang konkrit maupun hal-hal yang abstrak.
- Dengan berbahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
2. Penggunaan Perkakas
Kata Bergson, perkakas adalah sifat terpenting dari kecerdasan manusia, dengan kata lain: perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan, bagaimana membuat, dan bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan sifat. Alat merupakan perantara antara mahluk yang berbuat dengan objek yang diperbuat. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/diusahakan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk kesulitan atau mencapai sesuatu maksud.
Perbedaan Antara Binatang Dan Manusia[32]
Binatang : dalam mengatasi kesulitan hidup atau mencapai maksudnya dipakai alat yang menjadi miliknya, misalnya paruh, kuku, sayap dan sebagainya.
Manusia : menemukan, menggunakan, membuat, dan memelihara perkakas. Untuk mengatasi berbagai problem hidup banyak dipergunakan berbagai perkakas dan perkakas itu selalu dikembangkan, disempurnakan menurut keperluan hidup, lokomotif, timbangan, alat-alat komunikasi, dan sebagainya.
Lain daripada itu semua terdapat suatu hadis Rasulullah yang menjelaskan adanya perbedaan tingkat kecerdasan pada masing-masing individu. Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa Rasulullah bersabda;[33]
“sesungguhnya perumpamaan hidayah dan ilmu yang diberikan Allah kepadaku seperti hujan yang membasahi permukaan bumi. Di antaranya ada tanah yang subur. Tanah itu mau menyerap air sehingga bisa menumbuhkan banyak tumbuhan dan rumput. Di antara permukaan bumi ada yang gersang namun masih bisa menyimpan cadangan air. Maka Allah memberikan manfaat kepada manusia melalui tanah tersebut. Orang-orang bisa minum, dan bisa member minum maupun mengembalakan (hewan ternaknya). Ada juga yang membasahi jenis yang lain, yaitu tanah tandus yang sama sekali tidak bisa menyimpan cadangan air dan tidak pula mampu menumbuhkan tanaman. (tanah jenis pertama) ibarat orang yang mengerti agama Allah dan ajaran yang diberikan Allah kepadaku. Agama dan ajaran Allah tersebut bermanfaat baginya, sehingga dia bisa mengetahui dan sekaligus mengerjakannya. (jenis tanah kedua) ibarat orang yang tidak mengangkat kepalanya (untuk mengamalkan ajaranku sekalipun dia memiliki pengetahua tersebut). Dan (tanah jenis ketiga ibarat) orang yang tidak menerima hidayah Allah yang dimisikan kepadaku.”
Dalam hadis diatas Rasulullah menggambarkan perbedaan kemampuan manusia untuk memahami dan mempelajari sesuatu.kemampuan inilah yang disebut juga dengan istilah kecerdasan atau intelegensi. Dalam hal ini Rasulullah membagi tingkat kecerdasan manusia menjadi tiga bagian:
a. Seseorang mampu menyerap ilmu, menghafal, mengamalkan, dan mengajarkannya kepada orang lain. Maka ilmu pengetahuan ini bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.
b. Seseorang mampu memahami ilmu pengetahuan dan bisa juga mengajarkannya kepada orang lain. Hanya saja ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri.
c. Sesorang tidak bisa memahami ilmu pengetahuan dan juga tidak bisa mengajarkannya kepada orang lain.
3. Macam-macam Inteligensi
a. Inteligensi terikat dan bebas
Inteligensi terikat ialah inteligensi mahluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan.[34] Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap keadaannya maka dikatakannya terikat. Perubahan mungkin dialami juga, kalau perbuatannya senantiasa diulang kembali. Misalnya, inteligensi binatang dan anak-anak yang belum bisa berbahasa.
Inteligensi bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan inteligensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal-hal tersebut manusia menggunakan inteligensi bebas.
b. Inteligensi menciptakan (kreatif) dan meniru (eksekutif)
Inteligensi menciptakan ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Inteligensi kreatif menghasilkan penemuan baru seperti: kereta api, radio, lisrtik, kapal terbang, dan sebagainya.[35]
Inteligensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.
4. Faktor-faktor yang Menentukan Inteligensi Manusia
a. Pembawaan
Inteligensi bekerja dalam suatu situasi yang berlain-lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi persoalan ditentukan oleh pembawaan.[36]
b. Kematangan
Kecerdasan tidak tetap statis, tetapi dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan perkekmbangannya inteligensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur, dan kemampuan-kemampuan lain yanh telah dicapai (kematangannya).[37]
III. KESIMPULAN
Dari apa yang telah dijelaskan mengenai berpikir dan intelegensi, maka ada beberapa hal yang harus di garis bawahi. Yaitu diantaranya bahwa berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak dan seluruh pribadi manusia serta melibatkan perasaan dan kehendak manusia.
Setiap manusia mempunya cara berpikir yang berbeda ada yang cara berpikirnya deduktif, induktif ataupun evaluative. Oleh karena itu tingkat intelegensinya pun berbeda-beda. Dimana yang dimaksud inteligensi adalah situasi kecerdasan pikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen). Untuk itu intelegensi dapat dibedakan kedala tiga tingkatan yaitu; kecerdasan binatang, kecerdasan anak-anak dan kecerdasan manusia.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Drs. Alex Sobur, M.Si. Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2003
Drs. Agus Sujanto. Psikologi umum. Jakarta: Bumu Aksara, 2004.
Drs. H. Abu Ahmadi. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2004.
Dr. Muhammad Utsman Najati. Al hadiitsu-Nabawy wa ‘Ilmu-Nafs. Kairo: Daarusy-Syuruuq, 1421 H/2000 M.
[1] Drs. Alex Sobur, M.Si. Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003). Hal. 201
[2] Drs. Agus Sujanto. Psikologi umum. (Jakarta: Bumu Aksara, 2004). Hal. 56
[3] Drs. H. Abu Ahmadi. Psikologi Umum. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009). Hal.162
[4] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Psikologi Umum. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2004). Hal. 124
[5] Ibid.
[6] Drs. Agus Sujanto. Loc.Cit. Hal. 58
[7] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 164
[9] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 126
[10] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 165
[11] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 166
[12] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 128
[13] Ibid.
[14] Drs. Agus Sujanto. Loc.Cit. Hal. 59
[15] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 169
[16] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 133
[17] Drs. Agus Sujanto. Loc.Cit. Hal. 61
[18] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 169
[19] Ibid. Hal. 172
[20] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 134
[22] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 174
[23] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 137
[24] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 176
[25] Ibid.
[26] Drs. Alex Sobur, M.Si. Loc.Cit. Hal. 156
[27] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 176
[28] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 140
[29] Ibid.
[30] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 178
[31] Ibid.
[33] Dr. Muhammad Utsman Najati. Al hadiitsu-Nabawy wa ‘Ilmu-Nafs. (Kairo: Daarusy-Syuruuq, 1421 H/2000 M). Hal 332
[34] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 144
[35] Drs. H. Abu Ahmadi. Loc.Cit. Hal. 181
[36] Ibid.
[37] Drs. Abu Ahmadi dan Drs. M. Umar M.A. Loc.Cit. Hal 145
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang saling mendukung saling menghormati sesama