Judul : Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal
Pengarang : Adian Husaini
Penerbit : Gema Insani
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2005
Cetakan : Pertama
Tebal Buku : 415 halaman
Tema : Sejarah Ideologi
Resensator : Nur Fadlan
Di samping kesuksesan dalam menarik simpati masyarakat, Kristen juga menggunakan adopsi tata administrasi seperti yang dilakukan oleh Romawi. Seperti yang pernah disuarakan Paus Gregory I (590-604) M. Beliau menganjurkan dan menggunakan metode administrasi Romawi untuk mengelola kekayaan Gereja di Itali, Sicilia, Sardinia, Gaul. Tidak hanya berhenti sampai disitu, pihak Gereja pun mengirimkan misionaris ke Inggris untuk melakukan Anglo Saxons serta menjalin aliansi dengan Pippin raja Prancis. Tahun 1077 M Raja Henry IV takluk kepada Paus Gregory VII dengan awal masalah pengangkatan Paus. Dari sini pengaruh Paus semakin menguat apalagi tahun 1091 M. Aksi yang dilakukan oleh Gereja ternyata juga membuka citra keperkasaan Kristen. Misalnya, Count Roger berhasil merebut Sicily yang sebelumnya dikuasai oleh kaum Muslim. Dan juga pada tahun 1085 M, Kristen Spanyol membantu tentara Perancis dalam mempertahankan Toledo.
Adian Husaini membuat tiga klasifikasi besar dalam penyusunan buku ini. Klasifikasi pertama, Adian mewacanakan dan melengkapi sintesisnya dengan beberapa data penunjang. Dalam klasifikasi ini, problematika Peradaban Barat dikaji secara mendalam dengan pendekatan historis-analisis. Barat dianggap olehnya sebagai peradaban yang tidak memiliki cita-cita panjang. Globalisasi dan Westernisasi dianggap sebagai kebingungan ideologi. Ideologi yang tidak jelas. Beliau pun mengidentifikasi mengapa Barat menjadi Sekuler-Liberat? Disini, tepatnya di bab I sub bab II oleh Adian ada beberapa hal yang melatar belakangi kenapa wordview Sekuler-Liberal dipilih menjadi jalan hidup. Beliau menyebutkan tiga sebab kenapa Barat menjadi Sekuler-Liberal. Oleh Adian disebutkan, pertama, problem Sejarah Kristen. Sub bab ini, dibahas panjang lebar tentang catatan buruk Kristen dalam perjalanan sejarah hegemoninya. Yang kedua, Problem Teks Bible. Adian menjelaskan sangat gamblang betapa bermasalahnya Teks yang mereka anggap sebagai kitab suci mengalami perbedaan versi yang begitu beragam. Akibatnya corak intepretasi yang dimiliki oleh Kristian begitu berbeda-beda. Yang ketiga, Problem Teologi Kristen. Di sini, dianggap sebagai salah satu muara kenapa ideologi Sekuler-Liberal dipilih Barat sebagai pandangan hidup. Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dimana pemisahan antara otoritas Gereja dengan kerajaan. Di samping itu juga, oleh Chadwick bahwa liberal adalah free from restraint, the liberal state, must be the secular state.
Dalam bab ke dua, seorang Adian mencoba meraba-raba perspektif Islam dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tokoh-tokoh pengusung dan penyebar ideologi Barat dikaji secara mendalam dengan harapan menawarkan wordview versi Islam. Ada beberapa ketidak beresan dalam konsep-konsep Bernard Lewis, ini di telusuri Adian dan dicarikan titik temunya. Tidak hanya itu, seorang Adian juga mencoba mengangkat ke permukaan lagi beberapa cetak biru stigma Eropa atas Islam. Misalnya, tentang Islam dianggap mitologi, Islamofobia, Terorisme, Fundamentalisme serta Islam-Barat: A Permanent Confrontation. Di sini penulis buku mencoba mencari titik terang. Apa sebenarnya maksud dari terminologi itu?
Dalam dua bab awal, Adian sangat luar biasa dalam penyelaman terhadap beberapa roblematika Peradaban Barat. Dan bisa dikatakan buku yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, layak menjadi cermin dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tidak hanya itu, buku ini patut juga untuk menjadi referensi akademis karena pada hakikatnya kebanyakan data yang di tulis Adian Husaini tersusun secara sintematis-ilmiah. Menggunakan sekian literatus primer dan sekunder untuk memetakan Peradaban Barat. Ini sangat menarik karena seorang Adian mencoba mengelola sekian data sejarah menjadi data yang ia butuhkan dan memperkuat sintesisnya, setelah melewati proses tesis dan antitesis.
Akan tetapi, bab ketiga seorang Adian mencoba menggunakan analisis-exsploratif setelah membahas panjang lebar tentang keadaan sebenarnya Peradaban Barat yang sangat kering dari spiritual. Hal ini, yang mengakibatkan buku ini terkesan terlalu panas untuk dimasuki pelaku Peradaban Barat. Misalnya, Adian secara frontal menjelaskan beberapa studi kasus yang dianggap gagal dalam tata peradaban. Pertama, Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki. Hal ni seharusnya tidak perlu penyebutan secara mendalam. Karena beberapa dekade terakhir sosok konseptor tata politik Islam Pakistan, Sir Muhamad Iqbal dan Abu Ala al-Maududi mengisukan Islamisasi dan sampai sekarang ideologi Pakistan masih Sekuler. Mungkin kita sepakat, bahwa Islam itu bukan brand (merek), Islam adalah tata nilai yang bisa masuk dalam setiap lini kehidupan. Sehingga ketika Adian menyebutkan “Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki”, ini terlalu frontal. Kalau kita bisa melakukan pendekatan secara lembut dan halus kenapa harus memilih yang frontal. Di titik ini, Adian kurang signifikan.
Yang kedua, Invasi Barat dalam Pemikiran: Hermeneutika dan Studi Al-Qur’an. Terma Hemeneutika dikatakan Adian bukan dari tradisi Islam mungkin sebagian besar dari muslimin sepakat. Akan tetapi, pengambilan sampel Nasr Hamid Abu Zayd yang mengatakan Al-Qur’an sebagai produk budaya tidak perlu dibunuh dalam kekalahan dialektika. Adian Husaini seharusnya mengunakan pendekatan komparatif-eksploratif-non skeptis. Dengan harapan sosok Nasr Hamid bu Zayd beserta proyek pemikirannya berbenturan dengan sekian banyak konsepsi yang sudah ada sejak dulu. Kalau konsep Nasr Hamid Abu Zayd itu lemah, tidak perlu menggunakan pendekatan skeptis untuk mengalahkannya. Cukup dengan komparatif-eksploratif, di sini Adian Husaini terkesan berlebihan.
Yang ketiga, Invasi Barat dalam Pemikiran Islam: Pluralisme Agama. Di sini ada beberapa simpul menarik. Karena Adian mencoba membaca lintas paradigma. Yaitu tentang defenisi Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Menariknya, dalam deskripsi Adian tentang Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Pembaca dibiarkan membaca sendiri dengan bahasa yang tidak propokatif, karena sub bab ini disampaikan dengan tidak persuasif.
Di samping itu, Adian juga menyertakan beberapa perjalanan singkat konflik Islam-Kristen yang ada di Indonesia. Ini menarik, sekedar untuk dijadikan pengingat masa lalu dan seharusnya tidak terulang lagi.
Demikianlah bebera kelebihan dan kelemahan buku Adian Husaini yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Benang merah dari buku ini sebenarnya sedikit banyak seperti statemen Muhammad Asad (Leopold Weiss). Beliau mencatat bahwa Peradaban Barat hanya mengikuti tuntutan ekonomi, social dan kebangsaan. Mereka mewarisi watak Romawi Kuno dalam berkuasa serta menawarkan konsep keadilan ala Romawi. Padahal, konsep itu hanyalah representatif untuk bangsa Romawi saja dan saat itu. Wallah a’lam bi al-showab.
Pengarang : Adian Husaini
Penerbit : Gema Insani
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2005
Cetakan : Pertama
Tebal Buku : 415 halaman
Tema : Sejarah Ideologi
Resensator : Nur Fadlan
Kekerasan politik adalah sebab dari lahirnya sebuah ideologi. Gereja menjadi pusat perhatian utama dalam kajian Peradaban Barat. Hegemoni yang pernah dilakukan oleh Gereja sempat menggores hampir semua dataran Eropa dan menjarah ke sekian bagian di daratan di dunia. Hegemoni ini pernah menjadi masa yang paling menakutkan dalam perjalanan sejarah Eropa. Dalam beberapa peristiwa sejarah, Inquisisi misalnya; pernah menjadi terminologi menakutkan bagi bangsa Eropa saat mereka terbayangi oleh siksaan yang begitu kejam dan dalam waktu yang lama. Dalam beberapa catatan Lewis, sejarah Kekristenan pada dasarnya diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy). Hal ini, dapat disaksikan dalam konflik besar yang terjadi pada Gereja Konstantinopel, Antioch dan Alexandria. Sejarah juga mencatat konflik yang terjadi antara Konstantinopel dengan Roma antara Katholik dan Protestan serta antara berbagai sekte dalam Kristen.
Dalam perjalanan Western Civilization, Barat pernah melewati fase the dark ages. Fase ini dimulai sejak Imperium Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M hingga pada akhirnya Gereja muncul menjadi institusi yang dominan di Eropa. Sebelumnya, Kristen mengalami penindasan yang panjang dari Imperium Romawi, hingga pada akhirnya Kristen mendapat sambutan hangat dari Kaisar Konstantine pada tahun 313 M dengan dikeluarkannya Edict of Milan. Dahsyatnya lagi, kesuksesan Kristen mendapat apresiasi yang sangat luar biasa, sehingga pada tahun 392 M dikeluarkanlah Edict of Theodosius, yaitu Kristen sebagai state religion dari Roman Empire.
Pada waktu itu Gereja merupakan satu-satunya institusi yang memberikan alternatif konstuksi kehidupan. Hingga akhirnya, sambutan masyarakat terhadap Kristen potitif dan pengaruh Kristen menyebar pesat, membentang dari Italia sampai Irlandia.
Di samping kesuksesan dalam menarik simpati masyarakat, Kristen juga menggunakan adopsi tata administrasi seperti yang dilakukan oleh Romawi. Seperti yang pernah disuarakan Paus Gregory I (590-604) M. Beliau menganjurkan dan menggunakan metode administrasi Romawi untuk mengelola kekayaan Gereja di Itali, Sicilia, Sardinia, Gaul. Tidak hanya berhenti sampai disitu, pihak Gereja pun mengirimkan misionaris ke Inggris untuk melakukan Anglo Saxons serta menjalin aliansi dengan Pippin raja Prancis. Tahun 1077 M Raja Henry IV takluk kepada Paus Gregory VII dengan awal masalah pengangkatan Paus. Dari sini pengaruh Paus semakin menguat apalagi tahun 1091 M. Aksi yang dilakukan oleh Gereja ternyata juga membuka citra keperkasaan Kristen. Misalnya, Count Roger berhasil merebut Sicily yang sebelumnya dikuasai oleh kaum Muslim. Dan juga pada tahun 1085 M, Kristen Spanyol membantu tentara Perancis dalam mempertahankan Toledo.
Adian Husaini membuat tiga klasifikasi besar dalam penyusunan buku ini. Klasifikasi pertama, Adian mewacanakan dan melengkapi sintesisnya dengan beberapa data penunjang. Dalam klasifikasi ini, problematika Peradaban Barat dikaji secara mendalam dengan pendekatan historis-analisis. Barat dianggap olehnya sebagai peradaban yang tidak memiliki cita-cita panjang. Globalisasi dan Westernisasi dianggap sebagai kebingungan ideologi. Ideologi yang tidak jelas. Beliau pun mengidentifikasi mengapa Barat menjadi Sekuler-Liberat? Disini, tepatnya di bab I sub bab II oleh Adian ada beberapa hal yang melatar belakangi kenapa wordview Sekuler-Liberal dipilih menjadi jalan hidup. Beliau menyebutkan tiga sebab kenapa Barat menjadi Sekuler-Liberal. Oleh Adian disebutkan, pertama, problem Sejarah Kristen. Sub bab ini, dibahas panjang lebar tentang catatan buruk Kristen dalam perjalanan sejarah hegemoninya. Yang kedua, Problem Teks Bible. Adian menjelaskan sangat gamblang betapa bermasalahnya Teks yang mereka anggap sebagai kitab suci mengalami perbedaan versi yang begitu beragam. Akibatnya corak intepretasi yang dimiliki oleh Kristian begitu berbeda-beda. Yang ketiga, Problem Teologi Kristen. Di sini, dianggap sebagai salah satu muara kenapa ideologi Sekuler-Liberal dipilih Barat sebagai pandangan hidup. Pandangan Lewis dan Leeuwen merupakan babak baru dimana pemisahan antara otoritas Gereja dengan kerajaan. Di samping itu juga, oleh Chadwick bahwa liberal adalah free from restraint, the liberal state, must be the secular state.
Dalam bab ke dua, seorang Adian mencoba meraba-raba perspektif Islam dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tokoh-tokoh pengusung dan penyebar ideologi Barat dikaji secara mendalam dengan harapan menawarkan wordview versi Islam. Ada beberapa ketidak beresan dalam konsep-konsep Bernard Lewis, ini di telusuri Adian dan dicarikan titik temunya. Tidak hanya itu, seorang Adian juga mencoba mengangkat ke permukaan lagi beberapa cetak biru stigma Eropa atas Islam. Misalnya, tentang Islam dianggap mitologi, Islamofobia, Terorisme, Fundamentalisme serta Islam-Barat: A Permanent Confrontation. Di sini penulis buku mencoba mencari titik terang. Apa sebenarnya maksud dari terminologi itu?
Dalam dua bab awal, Adian sangat luar biasa dalam penyelaman terhadap beberapa roblematika Peradaban Barat. Dan bisa dikatakan buku yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, layak menjadi cermin dalam melihat keadaan Peradaban Barat. Tidak hanya itu, buku ini patut juga untuk menjadi referensi akademis karena pada hakikatnya kebanyakan data yang di tulis Adian Husaini tersusun secara sintematis-ilmiah. Menggunakan sekian literatus primer dan sekunder untuk memetakan Peradaban Barat. Ini sangat menarik karena seorang Adian mencoba mengelola sekian data sejarah menjadi data yang ia butuhkan dan memperkuat sintesisnya, setelah melewati proses tesis dan antitesis.
Akan tetapi, bab ketiga seorang Adian mencoba menggunakan analisis-exsploratif setelah membahas panjang lebar tentang keadaan sebenarnya Peradaban Barat yang sangat kering dari spiritual. Hal ini, yang mengakibatkan buku ini terkesan terlalu panas untuk dimasuki pelaku Peradaban Barat. Misalnya, Adian secara frontal menjelaskan beberapa studi kasus yang dianggap gagal dalam tata peradaban. Pertama, Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki. Hal ni seharusnya tidak perlu penyebutan secara mendalam. Karena beberapa dekade terakhir sosok konseptor tata politik Islam Pakistan, Sir Muhamad Iqbal dan Abu Ala al-Maududi mengisukan Islamisasi dan sampai sekarang ideologi Pakistan masih Sekuler. Mungkin kita sepakat, bahwa Islam itu bukan brand (merek), Islam adalah tata nilai yang bisa masuk dalam setiap lini kehidupan. Sehingga ketika Adian menyebutkan “Eksperimen Sekulerisme: Kasus Turki”, ini terlalu frontal. Kalau kita bisa melakukan pendekatan secara lembut dan halus kenapa harus memilih yang frontal. Di titik ini, Adian kurang signifikan.
Yang kedua, Invasi Barat dalam Pemikiran: Hermeneutika dan Studi Al-Qur’an. Terma Hemeneutika dikatakan Adian bukan dari tradisi Islam mungkin sebagian besar dari muslimin sepakat. Akan tetapi, pengambilan sampel Nasr Hamid Abu Zayd yang mengatakan Al-Qur’an sebagai produk budaya tidak perlu dibunuh dalam kekalahan dialektika. Adian Husaini seharusnya mengunakan pendekatan komparatif-eksploratif-non skeptis. Dengan harapan sosok Nasr Hamid bu Zayd beserta proyek pemikirannya berbenturan dengan sekian banyak konsepsi yang sudah ada sejak dulu. Kalau konsep Nasr Hamid Abu Zayd itu lemah, tidak perlu menggunakan pendekatan skeptis untuk mengalahkannya. Cukup dengan komparatif-eksploratif, di sini Adian Husaini terkesan berlebihan.
Yang ketiga, Invasi Barat dalam Pemikiran Islam: Pluralisme Agama. Di sini ada beberapa simpul menarik. Karena Adian mencoba membaca lintas paradigma. Yaitu tentang defenisi Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Menariknya, dalam deskripsi Adian tentang Islam menurut Al-Attas dan W.C. Smith. Pembaca dibiarkan membaca sendiri dengan bahasa yang tidak propokatif, karena sub bab ini disampaikan dengan tidak persuasif.
Di samping itu, Adian juga menyertakan beberapa perjalanan singkat konflik Islam-Kristen yang ada di Indonesia. Ini menarik, sekedar untuk dijadikan pengingat masa lalu dan seharusnya tidak terulang lagi.
Demikianlah bebera kelebihan dan kelemahan buku Adian Husaini yang berjudul Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Benang merah dari buku ini sebenarnya sedikit banyak seperti statemen Muhammad Asad (Leopold Weiss). Beliau mencatat bahwa Peradaban Barat hanya mengikuti tuntutan ekonomi, social dan kebangsaan. Mereka mewarisi watak Romawi Kuno dalam berkuasa serta menawarkan konsep keadilan ala Romawi. Padahal, konsep itu hanyalah representatif untuk bangsa Romawi saja dan saat itu. Wallah a’lam bi al-showab.
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang saling mendukung saling menghormati sesama