KONSTRUK SOSIAL DAN KEPEMIMPINAN
MASA KHULAFAUR ROSYIDIN
(PERIODE ABU BAKAR)
A. Pendahuluan
Muhammad SAW, disamping sebagai Rasulullah juga sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat, fungsi sebagai Rasulullah tidak dapat digantikan oleh siapapun manusia di bumi ini, kerena pemilihan fungsi tersebut adalah mutlak dari Allah. Fungsi beliau sebagai kepala pemerintahan dan pimpinan masyarakat harus ada yang menggantikannya. Selanjutnya pemerintah islam dipimpin oleh empat orang sahabat terdekatnya. Kepemimpinan empat para sahabat ini disebut khulafa’ al-Rasyidun (para pengganti yang mendapat bimbingan ke jalan yang lurus) empat khalifah tersebut adalah
1. Abu Bakar Ash-Shidiq As-Shiddiq 11-13H/ 637-634 M
2. Umar Ibnu Al-Khathab 13-23 H/634-644 M
3. Usman ibnu Affan 23-35 H/644-656 M
4. Ali ibnu Abi Thalib 35-40 H/656-661 M[1].
Para khalifah tersebut menjalankan pemerintahan dengan bijaksana karena dekatnya hubungan pribadi mereka dengan Nabi Muhammad dan otoritas keagamaan yang mereka miliki, .kekhalifahan awal ini secara politik didasarkan pada komunitas muslim arab dan pada kekuatan kekuasaan bangsa arab yang berhasil menundukkan imperium timur tengah[2].
Meskipun hanya berlangsung hanya 30 tahun, masa khulifa’ al-rasyidun adalah masa yang sangat penting dalam sejarah. Khulafa’ al-Rasyidun berhasil menyelamatkan islam, dalam makalah yang sangat singkat ini pemakalah akan membahas ke Kekhalifahan periode Abu Bakar Ash-Shidiq As-sidq yang secara rincinya sebagai berikut
1. Asal usul dan nasab Abu Bakar Ash-Shidiq
2. Peristiwa tsaqifah Bani Sa’idah
3. Sistem politik Islam masa Abu Bakar Ash-Shidiq
4. Penyelesaian kaum Riddat dan Nabi palsu
5. Usaha Abu Bakar Ash-Shidiq dalam mengembangkan dakwah Islam
6. Yurisprudensi (sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa Abu Bakar Ash-Shidiq
B. Pembahasan
1. Asal usul dan nasab Abu Bakar Ash-Shidiq
Abu Bakar Ash-Shidiq nama legkapnya Abu Bakar Ash-Shidiq Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi al-Qurasyi. Silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah bin Ka’ab dilahirkan pada tahun 573M, dia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan banyak tokoh-tokoh besar, ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’abbin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ah berasal dari suku kuraisy, sedangkan Ibunya bernama Ummu al-Khahir Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah, garis keturunanya bertemu pada neneknya yaitu Ka’ab bin Sa’ad[3]
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama al-Atiq dan Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW 3 tahun dan ada juga yang meriwayatkan 2 tahun[4]. Diberi julukan Abu Bakar Ash-Shidiq atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali dari kalangan sahabat. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj, nama al-Atiq karena oarang tua Abu Bakar Ash-Shidiq setiap melahirkan seorang anak laki-laki selalu meninggal dan seketika lahirnya Abu Bakar Ash-Shidiq orangtunya membawa ke ka’bah meminta keselamatan agar Abu Bakar Ash-Shidiq dijaga dan diselamatkan maka oleh masyarakat di juluki al-Atiq yang mengandung makna selamat.[5]
2. Peristiwa tsaqifah Bani Sa’idah
Rasulullah wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan penggantikannya. Oleh karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin ummat Islam. Musyawarah itu secara spontanitas diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap mereka itu menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam.[6]
Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan dalam Islam sejak awal mula Islam. Sedang dipihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar Ash-Shidiq . Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang, melalui perdebatan dengan beradu argumentasi[7].
Dengan tenang Abu Bakar Ash-Shidiq berdiri di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa kaum Anshor bagi tujuan Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi pidato Abu Bakar Ash-Shidiq itu tidak dapat meredam situasi yang sedang tegang. Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. Kemudia Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali.
Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar Ash-Shidiq tampil ke depan dan berkata “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini” yakni tidak bisa lebih mengutamakan kami sendiri dari pada anda dalam hal ini”, situasi menjadi lebih kacau lagi, kemudia Umar berbicara untuk mendukung Abu Bakar Ash-Shidiq dan mengangkat setia kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW.
Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar Ash-Shidiq untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar Ash-Shidiq . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit.
Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut dinamakan baiat tsaqifah karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis.
Pertemua politik itu merupakan peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam.[8]
3. Sistem politik Islam masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai Khalifah (pengganti Nabi) dan maju mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat bergantung kepada pemegang kekuasaan.[9] Sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar Ash-Shidiq menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar Ash-Shidiq selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah[10].
4. Penyelesaian kaum Riddat dan Nabi palsu
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shidiq dihadapkan kepada keadaan masyarakat sepeninggalan Nabi Muhammad. Ia bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan tindakan yangh harus diambil dalam menghadapi kesulitan-keaulitan yang dihadapinya, meski terjadi perbedaan pendapat dan tindakan dalam menentukan keputusan Abu Bakar Ash-Shidiq dengan kebesaran jiwa dan ketabahan hati seraya bersumpah dengan tegas menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran sehingga kembali kejalan yang benar yaitu jalan Agama[11].
Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq .
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorangkepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah . Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.[12]
Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan meniadakan batasan dalam perkawinan.
Dalam gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah-daerah. Akhirnya pasukan riddat pun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya.
Akan tetapi Khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untuk memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan al-liwak (panji pasukan) kepada masing-masing pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddat. Kandungan isinya memanggil kembali kepada jalan yang benar. Jikalau masih berkeras kepala, maka barulah dihadapi dengan kekerasan.
Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya. [13]
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
Sebelum pasukan dikirim ke daerah yang di tuju terlebih dahulu dikirim surat yang menyeru kepada mereka agar kembali kepada jalan islam, namun tidak dapat sambutan, terpaksa pasukan dikirimkan dan membawa hasil yang gemilang,kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan terciptanya persatuan umat, penegakan hukum, dan keadilan. Dalam hal ini yang dilakukan Abu Bakar Ash-Shidiq adalah mengangkat Ali sebagai deputinya untuk mengatasi masalah kesastriaan Negara disamping Umar Dan Abu Ubaidahn Ibn Jarrah.[14]
5. Usaha Abu Bakar Ash-Shidiq dalam mengembangkan dakwah Islam
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan terutama memerangi orang-orang murtad Khalifa Abu Bakar Ash-Shidiq menghadapi kekuatan Persia dan Ramawi yang setiap saat berkeinginan menghacurkan eksistensi Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar Ash-Shidiq mengirim tentara Islam dibawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritshah dan berhasil merebut beberapa daerah penting Irak dak Persia. Adapun untuk memerangi Romawi, Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq memilih empat panglima islam terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan di empat front, yaitu Amr bin al-Ash di front Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus Abu Ubaidah di front Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordsania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur di front Siria. Perjuangan-perjungan dan ekspedisi meliter tersebut baru tuntas pada masa Khalifah Umar bin Khatthab.[15]
6. Yurisprudensi (sistem hukum) dan khazanah keagamaan masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar Ash-Shidiq selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
Dan bentuk peradaban yang paling besar yaitu menghimpun al-Quran. Abu Bakar Ash-Shidiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan seluruh al-Quran yang masih dalam bentuk pelepah kurma serta kulit binatang serta dari para sahabat yang hafal al-quran.[16]
C. Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.
Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Meski demikian beliau dapat disebut sebagai penyelamat dan penegak agama Allah di muka bumi. Dengan sikap kebijaksanaannya sebagai kepala negara dan ke-tawadhu’annya kepada Allah serta agamanya, beliau dapat menghancurkan musuh-musuh yang merongrong agama Islam bahkan dapat memperluas wilayah Islam keluar Arabia.
Adapun kesuksesan yang diraih Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq selama memimpin pemerintahan Islam dapat dirinci sebagai berikut:
1) Perhatian Abu Bakar Ash-Shidiq ditujukan untuk melaksanakan keinginan nabi, yang hampir tidak terlaksana, yaitu mengirimkan suatu ekspedisi dibawah pimpinan Usamah keperbatasan Syiria. Meskipun hal itu dikecam oleh sahabat-sahabat yang lain, karena kondisi dalam negara pada saat itu masih labil. Akhirnya pasukan itu diberangkatkan, dan dalam tempo beberapa hari Usamah kembali dari Syiria dengan membawa kemenangan yang gemilang.
2) Keahlian Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dalam menghancurkan gerakan kaum riddat, sehingga gerakan tersebut dapat dimusnahkan dan dalam waktu satu tahun kekuasaan Islam pulih kembali. Setelah peristiwa tersebut solidaritas Islam terpelihara dengan baik dan kemenangan atas suku yang memberontak memberi jalan bagi perkembangan Islam. Keberhasilan tersebut juga memberi harapan dan keberanian baru untuk menghadapi kekuatan Bizantium dan Sasania.
3) Ketelitian Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dalam menangani orang-orang yang menolak membayar zakat. Beliau memutuskan untuk memberantas dan menundukkan kelompok tersebut dengan serangan yang gencar sehingga sebagian mereka menyerah dan kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya. Dengan demikian Islam dapat diselamatkan dan zakat mulai mengalir lagi dari dalam maupun dari luar negeri.
4) Melakukan pengembangan wilayah Islam keluar Arabia. Untuk itu, Abu Bakar membentuk kekuatan dibawah komando Kholid bin Walid yang dikirim ke Irak dan Persia. Ekspedisi ini membuahkan hasil yang gemilang. Selanjutnya memusatkan serangan ke Syiria yang diduduki bangsa Romawi. Hal ini didasarkan secara ekonomis Syiria merupakan wilayah yang penting bagi Arabia, karena eksistensi Arabia bergantung pada perdagangan dengan Syiria. Sehingga penaklukan ke wilayah Syiria penting bagi umat Islam. Tetapi kemenangan secara mutlak belum terwujud sampai Abu Bakar Ash-Shidiq meninggal Dunia pada hari Kamis, tanggal 22 Jumadil Akhir, 13 H atau 23 Agustus 634 M
Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq Al–Shiddiq adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Selama hayat hinggamasa-masa menjadi Khalifah, Abu Bakar dapat dijadikan teladan dalam kesederhanaan,kerendahan hati, kehati-hatian, dan kelemah lembutan pada saat dia kaya dan memiliki jabatan yang tinggi. Ini terbukti dengan keberhasilan beliau dalammenghadapi dan mengatasi berbagai kerumitan yang terjadi pada masa pemerintahannya tersebut. Beliau tidak mengutamakan pribadi dan sanak kerabatnya, melainkan mengutamakan kepentingan rakyat dan juga mengutamakan masyarakat/ demokrasi dalam mengambil suatu keputusan.
D. Daftar pustaka
1. Dr. Badri Yatim, M.A. sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Wali Press, 2008
2. Ira M. Lapidus,Sejarah Sosial Ummad Islam, terj.Ilyas Hasan, Bandung: Mizan,1980
3. Maryam Siti, dkk, Sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga Modern , LESFI Yogyakarta: jurusan SPi Fak Adab IAIN Sunan Kali Jaga, 2003.
4. Osman Latif A, Ringkasan sejarah Islam, Jakarta: Widjaya Jakarta, 2001.
5. Supriyadi Dedi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka setia, 2008.
6. H.Ibnu Anshori - Muhlisin Artikel sejarah peradaban islam, Surabaya: desember, 2006.
[1] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradapan Isalam Dari Masa Klasik Hingga Modern, editor. Siti Maryam,( jurusan SPI fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga,2003), hlm 51.
[2] Ira M. Lapidus,Sejarah Sosial Ummad Islam, terj.Ilyas Hasan,(Bandung: Mizan, 1980), hlm 23.
[3] M.Rida, Abu Bakar Ash-Shidiq Ash-Siddiq Awalu al-Kulafa ar-Rasyidin. (Bairut Daru al-Fikr 1983), hlm.7-8
[4] Dr.Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Abu Bakar Ash-Shidiq As-Shiddiq, trj. Abdullah Hamdami, (Cv Pustaka Mantiq, 1990) hlm 17-23
[5] Ibid
[6] Ibid, hlm 24-30. Dan Dr. Badri Yatim, M.A. sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Raja Wali Press, 2008 ), hlm 35-36.
[7] Dudung Abdurrahman, Op .cit, hlm 54
[8] H.Ibnu Anshori - Muhlisin Artikel sejarah peradaban islam bab III dan Dr.Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Abu Bakar Ash-Shidiq As-Shiddiq ,hlm 24-43
[9] Dudung Abdurrahman, Opcit, hlm 55
[10] Ibid hlm 58
[11] Ibid hlm 56
[12] A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, (Wijaya Jakarta, 2001), hlm 43-44
[13] A.Latif Osman, Loc.cit
[14] Ibid, hlm 56
[15] Dedi Supriyadi,M.Ag, SejarahPeradaban Islam, (Pustaka Setia, Bandung, 2008), hlm 71-72.
[16] Ibid, hlm 73.
0 komentar:
Posting Komentar
berilah komentar yang saling mendukung saling menghormati sesama